SELAMAT DATANG SOBAT, JANGAN LUPA SIMPAN ALAMAT BLOG WWW.GRUPSYARIAH.BLOGSPOT.COM SUPAYA SOBAT MUDAH UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI DISINI

Proposal Hukum Puasa Weton Dalam Prespektif Islam

     Puasa weton atau puasa pada hari kelahiran, dalam kenyataannya kurang populer dikalangan muslimin, terbukti sangat jarang yang menjalankan. Mereka lebih suka memperingati hari kelahiran dengan bersedekah, seperti mengadakan manakiban, tahlil atau pesta bersama kerabat, teman dekat dan tetangga sekitar.
Ketidak populeran itu kemungkinan besar akibat ketidak jelasan hukumnya. Dalam kitab fuqih, puasa weton tidak atau jarang sekali di singgung.[1] 
Satu-satunya rujukan dalam masalah ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan imam muslim :
Artinya  : Dari Abu Qotadah RA. Bahwasanya Rosulullah SAW ditanya tentang puasa hari senin. Beliau menjawab : “Karena pada hari (senin) itu akan dilahirkan dan pada hari itu pula Allah menurunkan wahyu-Nya kepadaku.” (HR. Muslim).[2] 
Autentitas hadits tersebut bisa dipertanggungjawabkan, sebab terdapat dalam kitab shahih muslim karangan imam muslim yang terkenal sangat teliti dan ketat dalam menyeleksi hadits. Hadits itu manginformasikan, Rasulullah SAW memperingati hari kelahiran dengan berpuasa.[3] 
Puasa yang beliau lakukan itu merupakan cara beliau memperingati maulidnya sendiri, memang tidak berupa perayaan akan tetapi makna dan tujuannya sama yaitu perayaan. Perayaan bisa dilakukan dengan cara puasa, memberikan bantuan, berkumpul untuk berzikir, atau dengan menguraikan keagungan peilaku beliau sebagai makhluk mulia.[4]
Karena tidak ada perintah dan larangan yang tegas, maka berdasarkan hadits dan argumen di atas dapat penulis ambil kesimpulan bahwa puasa weton boleh-boleh saja dilakukan. Sebab rasulullah SAW pernah melakukan berarti hal itu (puasa weton) tidak dilarang, j adi bisa mubah atau sunah.
Disusun oleh : Sulaiman

Bagi saudara yang ingin melihat Makalah ini lebih Lengkap, kami persilahkan untuk mendownload melalui Link dibawah ini:


Download File


[1] Kiai Sahal Mahfudh, Solusi Problematika, Ampel Suci, Surabaya, 2003, hal. 121.
[2] AL-Ustadz Haji Mujiburrohman, Argumentasi Ulama Syafi’iyyah, Mutiara Ilmu, Surabaya, 2003, hal. 366.
[3] Op. cit, hal 121.
[4] Op. cit, hal. 366.

2 komentar:

NB: Berikan Komentar yang sopan dan berkenaan dengan Artikel diatas.

Saya mohon maaf jika komentar sahabat dan rekan blogger terlambat di respon Karena banyaknya kegiatan yang mengikat he he he, Silahkan copas asalkan cantumkan juga sumbernya yah...!

Copyright: © 2012- By : Grup Syariah Metro™ Kumpulan Makalah Pendidikan Dan Tempat Berbagi Ilmu Pengetahuan
Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute