BAB I PENDAHULUAN
Dalam sejarah filsafat Barat, diakui bahwa Inggris merupakan tempat yang paling subur bagi perkembangan empirisme, yaitu suatu aliran filsafat yagn menganggap bahwa pengalaman adalah sarana yang paling dipercaya untuk memperoleh kebenaran.
Pengaruh pemikiran mereka (Locke dan Hume) telah mendominasi corak filsafat Inggris pada khususnya dan filsafat Barat pada umumnya.
Pengaruh pemikiran mereka (Locke dan Hume) telah mendominasi corak filsafat Inggris pada khususnya dan filsafat Barat pada umumnya.
Meskipun kubu empirisme yang secara penuh bertentangan dengan kubu rasionalisme aliran filsafat yang lebih menitikberatkan akal untuk memperoleh kebenaran-kebenaran pada akhirnya dipadukan oleh Immanuel Kant. Pengaruh pemikiran empirisme ini mulai memudar manakala gaung filsafat Heggel, Idealisem, mulai masuk ke Inggris pada pertentangna abad ke 19. Filsafat Heggel yang menguasai atau merajai dunia di Seantero Eropa itu berhasil meluluh lantahkan pengaruh pemikiran empirisme dikandangnya sendiri yaitu Inggris.
Tetapi, pada awal abad ke 20 iklim filsafat (khususnya di Inggris) mulai berubah. Para filsof Inggris mulai mencurigai atau meragukan ungkapan-ungkapan filsafat yang dilontarkan oleh kaum Hegelian (pengikut Hegel). Mereka mulai mengungkap filsafat idealisme bukan saja sulit dipahami tetapi juga telah menyimpang jauh dari akal sehat. Oleh karena itu, para filsuf Inggris berupaya melepaskan diri dari cengkraman filsafat idealismee.
Revolusi yang ditiupkan oleh para filsuf tersebut yang cukup terkenal yaitu G.E. Moore segera disambut hangat oleh tokoh Cambridge lainnya Bertrand Russelstein. Melalui Wittgenstein inilah revolusi yang menentang pengaruh kaum hegelilan itu muncul metode filsafat yang baru yaitu metode analisa bahasa.
Metode analisa bahasa yang di tampilkan oleh Wittgenstein berhasil membentuk pola pemikiran baru dalam dunia filsafat. Dengan metode analisis bahasa itu tugas filsafat bukanlah membuat pernyataan tentang sesuatu yang khusus, melainkan memecahkan persoalan yang timbul akibat ketidak pahaman terhadap bahasa logika.
Metode filsafat bahasa ilmiah inilah yang telah membawa angin segar ke dalam dunia (terutama di Inggris) karena kebanyakan orang menganggap bahasa filsafat terlalu berlebihan dalam mengungkapkan realitas. Begitu banyak istilah atau ungkapan yang aneh dalam filsafat (seperti :Eksistensi, nothingness, substansi dan lain-lain) sehingga menimbulkan teka-teki yang membingungkan para peminat filsafat (Mustansyir, 2001: 17-27).
BAB II PEMBAHASAN
FILOSOFI ANALISIS
A. Pengertian Analisis Filosofi
Analisis filosofis atau analisis bahasa adalah salah satu dari tindakan untuk mendekati persoalan filosofi pendidikan. Dasarnya adalah cara untuk memeriksa bahasa yang digunakan dalam membuat pernyataan tentang ilmu pengetahuan, pendidikan dan sekolah dan bagaimana mencari penjelasan tentang ilmu pengetahuan, pendidikan dan sekolah dengan menyusun arti. Analisis filosofi mempunyai keadaan diantara filosofi pendidikan.
Hadirnya istilah filsafat bahasa dalam ruang dunia filsafat dapat di katakana sebagai suatu hal yang baru. Istilah ini muncul sekitar abad 20-an, sehingga wajar apabila ditemukan kesulitan untuk mendapatkan pengertian pasti mengenai apa sebetulnya yang dimaksud filsafat bahasa (Hidayat, 2006: 12).
Filsafat adalah suatu cara berfikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Oleh karena itu, sifat filsafat yang demikian maka filsafat sering di identikan dengan sesuatu yang membingungkan. Kadang kita mendengarkan orang mengatakan “Jawaban yang anda ajukan benar-benar fiosofis dan mengandung kedalaman arti, sehingga saya tidak memahami sedikitpun apa yang anda maksud” Pitcher dalam bukunya The Philosophy of Wittgenstein.
Hal ini mengibaratkan filosofis yang terlibat dalam upaya pemecahan masalah-masalah fundamental sebagai “Seseorang yang terperangkap dalam kekacauan filsafat tak ubahnya dengan orang yang terjebak dalam sebuah ruangan, ia ingin keluar dari sana tetapi tidak tahu bagaimana caranya. Dicobanya keluar melalui jendela tapi itu terlalu tinggi. Dicobanya pula keluar melalui cerobongtapi terlalu sempit” (Mustansyir, 1988:11).
Filsafat bahasa adalah salah satu disiplin ilmu filsafat yang berhubungan degnan bahasa. Persoalan yang tak ada habisnya dalam dunia filsafat membuat para filosofis mencari akar permasalahan. Dalam memandang masalah, mereka menganggap bahwa akar masalah sebenarnya terletak pada bahasa. Beberapa filsuf seperti Carnap, Russel, dan Leibniz berpendapat bahwa kebenaran tidak dapat di deskripsikan degnan benar karena kelemahan ada pada bahasa.
Bahasa tidak dapat menjelaskan sesuatu secara tepat dan akurat. Seperti kata keadilan, apa itu keadilan? Bagaimana mengukur keadilan? ; kata cantik, misalnya apa itu cantik? Model yagn bagaimana yang disebut dengan cantik? Apa parameternya?. Bagaimana mengukurnya dan lain sebagainya. Bahasa tidak cukup memadai dalam mengungkapkan maksud-maksud filsafat (inadequate). Sebab bahasa mengandung kekaburan (vagueness),tidak jelas (inexplictness), berdwiarti (embiquity), terkait konteks (contex-dependence), dan menyesatkan (misleading). Kelompok filosofis lain seperti Wittgenstein dan Locke justru berpendapat sebaliknya, mereka menganggap bahwa yang membuat sesuatu rumit dan selalu membingungkan karena filosofis keliru dalam merumuskan persoalan. Dengan kata lain, kelemahan ada pada pemakai bahasa. Berdasarkan hal tersebut maka lahirlah filsafat analistik. Para yang filosofis yang menaruh minat dalam bahasa digerakan oleh keinginan mereka untuk memahami ilmu pengetahuan konseptual mereka, dalam mempelajari bahasa, bukan sebagai tujuan akhir melainkan sebagai objek sementara agar pada akhirnya dapat diperoleh kejelasan tentang hakikat pengetahuan konseptual (Kaelan, 1998: 57).
B. Tokoh Penggagas Dan Pendapatnya
1. G.E. Moore pendapatnya tentang suatu kemampuan yang dimiliki manusia dalam kedudukannya sebagai subjek yang ingin mengetahui dalam rangka suatu perbuatan mengetahui selain kemampuan-kemampuan manusia yang telah melembaga yakni indra, rasio, otoritas/keyakinan.
2. Rusell berpendapat bahwa kebenaran tidak dapat di deskripsikan dengan benar karena kelemahan ada pada bahasa.
Di tinjau dari segi epistimologi, ontology dan axiology
Philosophical analysis dari segi epistimologi yaitu meliputi pembuktian empiris/analisis logis dalam bahasa.
Philosophical analisis dari segi axiology yaitu nilai-nilai berharga sebagai perasaan emosional.
Philosophical analisis dari segi ontology adalah kenyataan itu berubah-ubah.
Pada philosophical analisis cocok dengan aliran pragmatisme dan menolak metafisika.
BAB III KESIMPULAN
Pengaruh pemikiran empirisme ini mulai memudar manakala gaung filsafat Heggel, Idealisem, mulai masuk ke Inggris pada pertentangna abad ke 19. Filsafat Heggel yang menguasai atau merajai dunia di Seantero Eropa itu berhasil meluluh lantahkan pengaruh pemikiran empirisme dikandangnya sendiri yaitu Inggris.
Filsafat bahasa adalah salah satu disiplin ilmu filsafat yang berhubungan degnan bahasa. Persoalan yang tak ada habisnya dalam dunia filsafat membuat para filosofis mencari akar permasalahan. Dalam memandang masalah, mereka menganggap bahwa akar masalah sebenarnya terletak pada bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Ornstein, Allan C and Levine, Daniel U. 1985. An Introduction to The Foundation of Education. Boston: Hough Mifflin Company.
0 komentar:
Posting Komentar
NB: Berikan Komentar yang sopan dan berkenaan dengan Artikel diatas.
Saya mohon maaf jika komentar sahabat dan rekan blogger terlambat di respon Karena banyaknya kegiatan yang mengikat he he he, Silahkan copas asalkan cantumkan juga sumbernya yah...!