SELAMAT DATANG SOBAT, JANGAN LUPA SIMPAN ALAMAT BLOG WWW.GRUPSYARIAH.BLOGSPOT.COM SUPAYA SOBAT MUDAH UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI DISINI

Riba Dan Permasalahannya


Riba Dan Permasalahannya | Grupsyariah (GS)
BAB I PENDAHULUAN
        Diantara jual beli atau bertransaksi  yang dilarang dengan pelarangan yang keras oleh agama Islam dan Negara adalah jual beli yang bersifat Riba. Riba merupakan suatu tambahan yang tidak ketara tetapi riba itu
dosanya sangat besar jika dilakukan oleh orang yang melakukannya, apalagi yang melakukanya itu orang yang tahu hukum tetapi tetap saja melakukan riba. Dengan demikian riba menurut istilah ahli fiqih adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini.[1]
Tidak semua tambahan dianggap sebagai riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dari  sebuah perdagangan dan tidak ada riba di dalamnya hanya saja tambahan yang di istilahkan dengan nama “riba” dan al-Qur’an datang menerangkan pengharamanya adalah tambahan yang di ambil sebagian ganti dari tempo, qatadah berkata: “Sesungguhnya riba orang Jahiliah adalah seseorang menjadi satu jualan sampai tempo tertentu dan ketika jatuh tempo dan orang yang berutang tidak bisa membayarnya dia menambah utangnya dan melambatkan tempo.”

BAB II PEMBAHASAN
RIBA DAN PERMASALAHANNYA
A.  Pengertian Riba
        Riba secara bahasa bermakna : Ziyadah (tambahan)dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar.
  1. Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harga pokok atau modal secara batil.
  2. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba namun, secara umum terdapat benang merah yang menegaskan. Bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam.[2]

Dalam Al-Qur’an syrurat An-Nisa’ (4) Ayat 29 yang berbunyi sebagai berikut ini:




Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (An-Nisa’ (4) ayat 29).

        Yang dimaksud riba dalam Al-Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan oleh syariah. Maksudnya yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi terhadap penambahan tersebut secara adil. Contohnya transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek.

B.  Jenis-Jenis Riba
        Secara garis besar riba dikelompokan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang piutang dan jual beli. Kelompok utang piutang terbagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan kelompok jual beli terbagi menjadi Riba Fadhl dan Riba Nasi’ah. Penjelasan riba itu dapat kita lihat dibawah ini:

1.   Riba Fadhl
Adalah tambahan pada salah satu dua ganti kepada yang lain ketika terjadi tukar menukar sesuatu yang sama secara tunai. Islam telah mengharamkan jenis riba ini dalam transaksi karena khawatir pada akhirnya orang akan jatuh kepada riba yang hakiki yaitu riba an-nasi’ah yang sudah menyebar dalam transaksi tradisi masyarakat Arab.[3]
Karena perbuatan ini bisa mendorong seseorang untuk melakukan riba yang hakiki, maka menjadi hikmah Allah dengan mengharamkan sebab ia bisa menjerumuskan mereka kedalam perbuatan haram, dan siapa yang membiarkan kambingnya berada di sekitar kawasan larangan hampir saja ia masuk ke dalamnya sebagaimana yang disabdakan oleh Rosulullah.

Hukum Riba Al-Fadhl
        Tidak ada perbedaan antara empat imam mazhab tentang haramnya riba al-fadhli,ada yang mengatakan bahwa sebagian sahabat da yang membolehkannya diantaranya Abdullah bin Mas’ud ra. Namun ada nukilan riwayat bahwa beliau sudah menarik pendapatnya dan mengatakan haram.
Dalil pengharamanya adalah sabda Rosulullah SAW. Janganlah kalian menjual emas dengan emas, perak dengan perak, tepung dengan tepung, dan gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, kecuali yang satu ukuran dan sama beratnya dan jika jenisnya berbeda, maka jauhilah sesuka hati kalian dengan syarat tunai, siapa yang menambah atau meminta tambahan sesungguhnya dia telah melakukan riba yang mengambil dan memberi keduanya sama saja.[4]


2.   Riba Al-Yadd (tangan)
Adalah jual beli dengan mengakhirkan penyerangan kedua barang ganti atau salah satunya tanpa menyebutkan waktunya.[5]



3.   Riba An Nasi’ah
Adalah jual beli dengan mengakhirkan tempo pembayaran. Riba jenis ini yang terkenal di zaman jahiliah. Salah seorang dari mereka memberikan hartanya untuk orang lain sampai waktu tertentu dengna syarat dia mengambil tambahan tertentu dalam setiap bulannya sedangkan modalnya tetap dan jika sudah jatuh tampo ia akan mengambil modalnya, dan jika dia belum sanggup membayar, maka waktu dan bunganya akan bertambah.
Riba dalam jenis transaksi ini sangat jelas dan tidak perlu diterangkan sebab semua unsure dalam riba telah terpenuhi semua  seperti tambahan dari modal, dan tempo yang menyebabkan tambahan.

C.  Konsep Riba Didalam Al-Qur’an Dan Hadist
1.   Larangan Riba dalam Al-Qur’an
        Larangna riba yang terdapat di dalam Al-Qur’an tidak diturunkan oleh Allah SWT. Sekaligus, melainkan diturunkan melalui 4 tahap, empat tahapan tersebut yaitu:[6]
a.   Tahap Pertama
Peringatan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an mengenai riba adalah menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada akhirnya seolah-olah menolong mereka
Yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT. (Q.s. Ar-rum 39). yang berbunyi:





Artinya:
        Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridoan Allah, maka itulah orang -orang yang melipat gandakan (pahalanya) (Q.s. Ar-rum 39).

b.   Tahap Dua
Peringatan Allah SWT, dalam Alquran mengenai riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk.

c.   Tahap Ketiga
Peringatan Allah SWT, dalam Alquran mengenai riba yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dalam tingkat cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak di praktekan di masa sekarang

d.   Tahap Keempat
Peringatan Allah SWT, dalam Alquran sebagai peringatan terakhir mengenai riba secara jelas dan tegas mengharamakan riba dalam berbagai jenis. [7]

D.  Dampak Riba
a.   Dampak Ekonomi
Dampak riba dalam ekonomi adalah dampak inflator yang diakibatkan oleh bunga sebagai uang. Hal ini disebabkan oleh salah satu elemen dari penentuan harga / suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainya adalah hutang dengan rendahnya tingkat penerimaan  peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi baik bunga atas utang tersebut di bungakan. Contohnya paling nyata adalah utang negara-negara berkembang kepada negara-negara yang maju.

b.   Dampak sosial kemasyarakatan
Riba merupakan pendapatan yang di dapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalikan secara berlipat ganda/lebih dari uang yang dipinjamkannya.
Apabila mencermati beberapa lembaga fatwa yang menetapkan bahwa bunga adalah haram dan mempunyai dampak negatif terhadap perekonomian dan sosial kemasyarakatan termasuk sosial kemasyarakatan bangsa Indonesia sendiri.
Riba secara tegas dinyatakan haram, sebagaimana firman Allah swt dalam Alquran surat Al-Baqoroh (2) ayat 275 yang telah disebutkan bahwa:[8]










Artinya:
”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
(Q.S.Al-Baqoroh:2:275)

c.   Lembaga-lembaga yang melarang riba
Beberapa lembaga-lembaga dari masyarakat islam, juga menyatakan bahwa bunga adalah salah satu bentuk riba yang diharamkan. Lembaga-lembaga tersebut antara lin sebagai berikut:
a. مَجْمَعُ الْفِقْهِ رَابِطَةُ اْلعَالَمِ اْلاءِ سْلاَمِى (Akademi fiqh liga muslim dunia)
b. الرَّئَاسَةُ الْعَامَّةُ لِلدَّعْوَةِ وَاْلاءِ رْشَادِ وَاْلبُحُوْثِ اْلاءِ سْلاَ مِيَّةِ وَاْلاءِ فْتَاءِ مَمْلَكَةُ  السُّعُوْدِيَّةِ اْلعَرَبِيَّةِ (Pimpinan pusat dakwah, penyuluhan, kajian islam, dan fatwa, kerajaan Saudi Arabia)

E.   Praktek Penyimpangan Ekonomi
1.   Makna Riba
Sepanjang tata bahasa Arab maka yang di maksud dengan riba iyalah fadhal dan zaidah, artinya kelebihan dan tambahan. Al-Qur’an dan Sunnah dan pokok sumber islam ini melarang keras praktek riba.[9]

2.   Contoh Praktek  Penyimpangan Ekonomi
1)      Pencucian Uang
2)      Korupsi
3)      Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (menimbun barang)
4)      Jual beli yang batil. Apabila pada jual beli itu seluruh rukunya tidak terpenuhipada dasarnya jual beli tersebut tidak di syari’atkan. Umpamanya jual beli sesuatu yang tidak ada atau menjual barang-barang yang haram.
5)      Penyelewengan pajak
6)      Riba

F.   Perbedaan Antara Riba Dan Jual Beli
Ada beberapa sebab mengapa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba yaitu: Pertama, dalam jual beli ada iwadh (ganti) sebagai bayaran dari iwad yang lain, sedangkan dalam riba ada tambahan (bunga) dan tidak ada gantinya. Dalam jual beli, selalu bisa dilihat bagaimana sipembeli bisa memanfaatkan barang yang dibelinya dengan satu pemanfaatan yang hakiki sebab jika dia membeli gandum umpamanya maka ia membeli barang tersebut untuk dimakan, membuat roti, atau untuk dijual lagi. Kedua, Allah mengharamkan riba dalam emas dan perak sebab keduanya ditetapkan sebagai alat ukur bagi menilai harga sesuai yang bisa dimanfaatkan oleh manusia dalam kehidupan mereka. Ketiga, Tidak layak bagi seorang bagi seornag manusia yang hanya berpikir tentang materi belaka tanpa ada perasaan ingin berbuat baik untuk saudaranya lalu dia memanfaatkan hajat saudaranya lalu ia menjatuhkannya kedalam jurang riba dan menghabisi hidup saudaranya dengan ulah pebuatannya padahal Allah telah perpesan kepada orang-orang kaya agar memperhatikan nasib seseorang miskin.[10]

1.   Barang-barang yang Haram Diribakan
Barang barang yang hukumnya haram untuk diribakan yaitu emas, perak, gandum (al-Burr), gandum berley (Asy-Sya’ir),kurma dan garam. Hal ini merujuk kepada hadis yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Shamit ra dari Nabi SAW beliau telah bersabda: Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, gandum barley dengan gandum barley, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam yang sama jenisnya dan sama ukurannya, serta diserahkan tunai pada saat jual beli (yadan bi yadin), sementara jika jenisnya berbeda, maka juallah sesuka kalian selama di lakukan secara tunai.[11]
Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara emas dengan perak, apakah ia sudah ditempa (menjadi uang) atau masih dalam bentuk  lempengan. Karena tidak diperbolehkan membeli dua pound dengan tiga pound, baik dengan sistem kredit (pembayaran berjangka) maupun pembayaran tunai. Tidak sah juga membeli satu keping beratnya tiga belas gram, sebab pertukaran barang sejenis dengan barang sejenis harus memenuhi tiga syarat, Sama ukurannya, secara tunai, dan serah terima sebelum berpisah.

2.   Jual Beli Bebijian dengan Biji-bijian Sejenis dan Lainnya
Merujuk pada hadist diatas, benda yang diharamkan riba di dalmanya antara lain gandum dangandum barley. Namun riba tidak hanya terbatas pada gandum dan gandum barley, akan tetapi dengan cara qiyas barang-barang lain yang memiliki kesamaan illat juga bisa dimaksudkan dalam kategori gandum dan gandum barley, yaitu makanan pokok. Jadi, setiap maknanya yang menjadi kebutuhan pokok seseorang dan menjadi makanan sehari-harinya termasuk barang riba jika dijual dengan sistem sejenis.
Jual beli barang-barang ini juga tidak sah kecuali dengan tiga syarat. Ketiga syarat tersebut yaitu:  Pertama, mumatsalah (Sama ukurannya) untuk barang yang ditakar walaupun ada perbedaan berat demikian juga untuk barang yang ditimbang walaupun ada perbedaan takarannya sesuai dengan hadist Nabi SAW bersabda: ”Takaran itu takarannya penduduk Madinah dan timbangna itu timbangannya penduduk Mekah.”[12]



3.   Menjual Cairan dengan Cairan Sejenis dan Pokok Produk yang Dihasilkan Darinya
Zat cair seperti susu, cuka, sirup buah-buah, dan minyak seperti minyak lampu, mentega, adalah jenis yang berbeda sebab dia merupakan cabang dari yang asal berbeda-beda, maka boleh menjual satu jenis dengan yang sama seperti cuka dengan cuka, susu dengan susu denan cara sama ukurannya.[13] Yang menjadi ukuran persamaan dalam susu adalah kemurnian tanpa ada tambahan air atau garam dan tidak hilang dengan api. Jika sudah dicampur dengan air dan yang lainnya, maka tidak boleh menjualnya dengan yang sama atau dengan yang murni sebab tidak diketahui persamaannya (Mumatsalah).[14]

4. Pertukaran Mata Uang (Ash-Sharf)
Ash-Shaf atau pertukaran mata uang adalah jual beli uang dengan uang dari yang sejenis  atau yang lainnya, dan maksudnya disini adalah emas dan perak yang sudah dicetak atau yang masih batangan, jika dijual dengan yang sama jenisnya seperti emas dengan emas harus ada persamaan, tunai dan  saling serah terima sebelum berpisah dan memilih Khiyar.  Adapun Illat  riba pada emas dan perak adalah karena termasuk barang berharga menurut kebiasaannya sebagaimana disahkan dalam kitab Al-Majmu atau diistilahkan dengan kata lain termasuk barang mutiara berharga, dan ini tidak ada pada uang kertas dan yang lainnya dari jenis barang-barang sebab ia adalah penentu segala sesuatu seperti yang biasa di istilahkan oleh penulis kitab At –Tambih sebab semua bejana, timah perhiasan bisa terjadi riba sedangkan dia bukan termasuk barang pengukur nilai barang dan dikecualikan dengan ungkapan ”menurut kebiasaan” uang kertas jika ia laku, maka tidak  ada riba padanya dan tidak ada pengaruh harga oleh proses pembuatannya dalma hal ini walaupun ia membeli dengan uang satu dinar sebuah emas yang seudah disepuh yang harganya beberapa kali lipat harga dinar, maka perlu dilihat kesamaanya, dan tidak perlu melihat harganya.[15]

BAB II KESIMPULAN
Riba secara bahasa bermakna : Ziyadah (Tambahan) dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar.
§  Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harga pokok atau modal secara batil.
§  Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba. Namun, secara umum terdapat benang merah yang menegaskan. Bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam.

Secara garis besar hukum riba itu haram, dan kita semua seluruh umat manusia di anjurkan untuk meninggalkan amalan perbuatan riba di dunia ini, karena jika kita tetap mengamalkan riba dengan sewenang-wenang kita sendiri maka Allah SWT dan Rasulullah SAW apan membencimu dan memerangimu di dunia dan di akhirat tetapi jika kamu meninggalkan riba maka niscaya Allah dan Rasulullah tidak akan memerangimu dan kamu tidak akan dosa.

Jenis-jenis riba itu ada 4 macam yaitu:
1.   Riba Qardh
2.   Riba Jahiliyyah
3.   Riba Fadhl
4.   Riba Nasi’ah

DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Ahmad. Pengantar dan Sejarah Islam, Jakarta: Bulan Bintang 1997


Haris Gusnam dkk. Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta: UIN Press


Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat, Sistem Transaksi dalam Fiqih Islam Amzah, Jakarta: 2010

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.1997 Ensiklopedia islam

Prof. Dr. H.Rahmad Syafei, Ma,Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung: 2010





[1] Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalat, Sistem Transaksi dalam Fiqih Islam Amzah, Jakarta: 2010
[2] Ibid, hal.215
[3] Ibid, hal.216
[4] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Hal. 5/220-221
[5] Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Op Cit, hal. 222
[6] Hendi Suhendi, Fiqih Mu’amalah,Gunung Djati, Perss, Bandung 1997
[7] Ibid,
[8] Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat: 275
[9] Haris Gusnam dkk. Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta: UIN Press
[10] Prof. Dr. H.Rahmad Syafei, Ma,Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung: 2010
[11] Imam Asy-Syafi’I dengan sanadnya dari jalan Muslim bin Yasar dan yang lainnya. Muslim menambahkan, siapa yang menambah atau meminta tambahan sesungguhnya dia telah berbuat riba yang mengambil dan yang memberi sama dosanya. (At-Talkhish,3/7).
[12] Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Umar dari Rosulullah SAW Abu Dawud dan Al-Mundziri tidak komentar, dan di riwayatkan  juga oleh Al-Bazzar dan dishahihkan oleh Ibnu Hibbandan Ad-Daruquthni, (Nail Al-Authar, Syarh Muntaha Al-Akhbar, 5/223)
[13] Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Op Cit,hal. 239
[14] Hasyiyah Al-Bujairini ‘Ala Al-Minhaj. 2/50
[15] Lihat Al-Muraghi Al-Muhtaj, 2/24-25

0 komentar:

Posting Komentar

NB: Berikan Komentar yang sopan dan berkenaan dengan Artikel diatas.

Saya mohon maaf jika komentar sahabat dan rekan blogger terlambat di respon Karena banyaknya kegiatan yang mengikat he he he, Silahkan copas asalkan cantumkan juga sumbernya yah...!

Copyright: © 2012- By : Grup Syariah Metro™ Kumpulan Makalah Pendidikan Dan Tempat Berbagi Ilmu Pengetahuan
Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute