SELAMAT DATANG SOBAT, JANGAN LUPA SIMPAN ALAMAT BLOG WWW.GRUPSYARIAH.BLOGSPOT.COM SUPAYA SOBAT MUDAH UNTUK BERKUNJUNG KEMBALI DISINI

Aliran Filsafat Pragmatisme Dan Eksistensialisme

BAB I
PENDAHULUAN
Pragmatisme dilahirkan dengan tujuan untuk menjembatani dua kecenderungan berbeda. Kedua kecenderungan itu adalah pemikiran yang spekulatif dan yang praksis
. Dimana pemikiran yang spekulatif bersumber dari pemikiran filsafat rasionalistik.(leonardoansis.wordpress.com/goresa/pragmatism-john-dewey/).
Selain pragmatisme muncul juga aliran filsafat eksistensialisme. Di mana secara umum eksistensialisme merupakan suatu filsafat yang lahir karena ketidak puasan beberapa filusuf yang memandang filsafat pada masa Yunani hingga modern, seperti protes terhadap resionalisme Yunani khususnya pandangan tentang spekulatif manusia. (http://staff/blog.ui.ac.id/arif51/2008/07/01/eksistensialisme).
Pemikiran eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia, individu yang bertanggung jawab atas kemauanya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar (http://www.id.wikipedia.org/wiki/eksistensialisme).


BAB II
PEMBAHASAN
ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PRAGMATISME DAN EKSISTENSIALISME
A.    Pengertian
a.      Pragmatisme
Secara etimologi pragamtisme berasal dari kata pragma ( bahasa Yunani) yang mempunyai arti tindakan atau perubahan (Ahmad dan Mudzakir, 1997:123). Kata ini sering sekali diucapkan orang, yang biasanya dipahami dengan pengertian praktis. Secara terminology pragmatisme ialah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Secara umum, pragmatisme berarti hanya idea (pemikiran, pendapat, teori) yang dapat dipraktekan yang benar dan berguna. (Ahmad dan Mudzakir, 1997:126).

b.      Eksistensialisme
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar Exist. Kata exist itu sendiri adalah bahasa Latin yang artinya: Ex: keluar dan sistare: berdiri. Jadi, existensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. (Ahmad dan Mudzakir, 1997:127).
Dari sudut etimologi eksistensi berasal dari kata eks yang berarti diluar dan sistensi yang berarti berdiri atau menempatkan. Jadi, eksistensi dapat diartikan sebagai berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya.  (http:staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/07/01/eksistensialisme).

Lalu secara terminology eksistensialisme ialah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauanya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. (id.wikipedia.org/wiki/eksistensialisme)
Eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yagn menekankan pada manusia dimana manusia dipandang suatu makhluk yang harus bereksistensi. Mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi, dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia (ahmad dan Mudzakir, 1997: 126).

B.     Latar Belakang Munculnya Pragmatisme Dan Eksistensialisme
A.    Pragmatisme
Pragmatisme sebagai suatu gerakan dalam filsafat lahir pada akhir abad ke 19 di Amerika. Karena itu sering dikatakan bahwa pragmatisme merupakan sumbangan yang orisinil dari pemikiran Amerika terhadap perkembangan filsafat dunia. Pragmatisme dilahirkan dengan tujuan untuk menjembatani dua kecenderungan berbeda pada saat itu. Kedua kecenderungan itu yakni pertentangan yang terjadi antara yang spekulatif dan yang praktis. Terjadi pemikiran yang spekulatif bersumber dari warisan filsafat rasionalistik descrates dan berkembang melalui idealism dari Kant, idealism absolute hegel serta sejumlah pemikir rasional lainya. Warisan ini memberikan kepada rasio manusia kedudukan yang terhormat karena memiliki kekuatan intrinsic yang besar.
Warisan ini pulalah yang mendorong para filsuf dan ilmuan-ilmuan membangun teori-teori yang menggunakan daya nalar spekulatif untuk mengerti dan menjelaskan alam semesta.  Akan tetapi, dipihak lain ada juga warisan pemikiran yang hanya begitu menekankan pentingnya pemikiran yang bersifat praktis semata (empirisme). Melihat apa yang diterjemahkan tersebut, pragmatisme mengangkat nilai-nilai positif yang ada pada kedua tradisi tersebut. Prinsip yang dipegang kaum pragmatisme yakni tidaklah penting bahwa saja menerima teori ini dan itu. Yang penting ialah apakah saya memiliki suatu teori/nilai yang dapat berfungsi dalam tindakan.  (leonardoansis.wordpress.com/goresan…/pragmatisme-john-Dewey/).

B.     Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan suatu aliran pemberontak atau protes terhadap konsep-konsep akal dan alam yang ditekankan pada periode pencerahan pada abad ke 18. Aliran filsafat ini lahir karena ketidak puasan filsuf yang memandang bahwa filsafat pada masa Yunani hingga modern, seperti  protes terhadap aliran filsafat rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang manusia. Lalu pandangan materialism, baik yang kolot maupun modern, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda seperti halnya kayu dan batu. Akan tetapi materialism mengatakan bahwa pada akhirnya atau pada dasarnya manusia hanyalah sesuatu yang material. Menurut bentuknya manusia memang lebih unggul dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, tetapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan makhluk hidup lainnya. Dan inilah ajaran materialism yang di hantam oleh eksistensialisme. Jadi, secara umum eksistensialisme lahir karena ketidak puasan beberapa filsuf yang memandang bahwa filsafat pada masa Yunani hingga modern seperti Protes terhadap rasionalisme, matrealisme, dsb, khususnya pandangan tentang spekulatif manusia. Intinya adalah penalaran untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan. Khususnya kemampuan system, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik dan jauh dari kehidupan. Juga memberontakan terhadap alam yang impersonal yang memandang manusia terbelenggu dengan aktifitas teknologi yang membuat manusia kehilangan hakekat hidupnya sehingga manusia yang bereksistensi. (http://staff/blog.ui.ac.id/arif51/2008/07/01/eksistensialisme/).
C.    Tokoh-Tokoh Aliran Pragmatisme Dan Eksistensialisme
a.      Pragmatisme
1.      William James (1842-1940 M)
William James lahir di New York pada tahun 1842 M. Beliau anak dari Henry James, Sr. ayahnya adalah seorang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. (konardoensis.wordpress.com/goresan…/pragmatisme-John-Dewey/)
Pendidikan formal William James mula-mula tidak teratur. Ia mendapat tutor berkebangsaan Inggris, Prancis, Swiss, Jerman dan Amerika. Akhirnya ia memasuki Haruard medical school pada tahun 1864 dan memperoleh M.D nya pada tahun 1869. Akan tetapi ia kurang tertarik pada praktek pengobatan. Ia lebih menyenangi fungsi alat-alat tubuh. Oleh karena itu, ia kemudian mengajarkan otonomi dan fisiologi di Haruard. Tahun 1875 perhatianya lebih tertarik kepada psikologi dan fungsi piker manusia pada waktu itu ia menggabungkan diri dengan Peirce, Chounry Wright, Oliver Wendel, Holmes, Jr, dll. Tokoh dalam metaphysical Club untuk berdiskusi dalam masalah-masalah filsafat dengan topic-topik metode ilmiah agama dan evolusi. Disini ia mula-mula mendapat pengaruh Peirce dalam metode pragmatisme.
Pandangan filsafatnya diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap. Yang terdiri dari lepas dari benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktek, apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman.
Menurut James, dunia tidak dapat diteranskan dengan pangkal pada satu asal saja. Dunia adalah dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan. (Ahmad dan Mudzakir, 1997: 124).


2.      John Dewey (1859 M)
John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika. Pendidik dan pengkritik sosial yang lahir di Burlington. Vermont pada tahun 1859. Dewey kecil adalah seorang yang gemar membaca namun tidak seorang siswa yang brilian diantara teman-temanya. Dia masuk ke Universitas Verman pada tahun 1875 dan mendapat gelar B.A. Lalu melanjutkan kuliahnya di Universitas Jons Hopkins, dimana pada tahun 1884 ia meraih gelar doktornya dalam bidang filsafat di Universitas tersebut. Dari tahun 1884 sampai dengan 1888, Dewet mengajar di Universitas Michigan dalam bidang Filsafat. Tahun 1889 ia pindah ke Universitas Minnesota. Akan tetapi,  pada akhir yang sama, ia pindah ke Universitas Michigan dan menjadi kepala bidang filsafat. Tugas ini dijalankan sampai pada pandangan-pandanganya tentang pendidikan sekolah dikemudian hari. Ia menjabat sebagai pemimpin department filsafat dari tahun 1894-1904 di Universitas tersebut. Ia pun mendirikan Laboratory school yang kelak dikenal dengan nama The Dewey School. (leonardoansis.wordepress.com/goresan…/pragmatisme-John-Dewey/).
Pengalaman Dewey tidak hanya berhenti sampai di Universitas Chigaco. Terakhir ia berkarya sebagai Dosen di Universitas Columbia pada tahun 1904. Di universitas itu ia berkarya sebagai professor filsafat sampai ia pension pada tahun 1929. Sebagai pengikut filsafat pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat larut dalam pemikiran-pemikiran metofisis yang kurang praktis, tidak ada  faedahnya oleh karena itu filsafat harus banyak berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis. (leonardoansis.wordepress.com/goresan…/pragmatisme-John-Dewey/).
Konsep kunci filsafat Dewey adalah pengalaman. Bagi Dewey, pengalaman sebagai suatu yang bersifat personal dan dinamis adalah satu kesatuan yang mengultimatumkan suatu interaksi. Menurutnya, pemikiran kita berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan menuju pengalaman-pengalaman. Lalu menurutnya tak ada sesuatu yang tetap manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan, segera berfikir untuk mengatasi kesulitan itu. (Ahmad dan Mudzakir, 1997: 125).
b.      Eksistensialisme
1.      Martin Heidegger (1905 M)
Martin Hedegger adalah filsafat asal Jerman. Ia dilahirkan di sebuah keluarga desa di Mebkirch. Jerman 26 September 1889 lalu beliau meninggal pada 26 Mei 1976 pada umur 86 tahun. Ia belajar di Universitas Freiburg dibawah Edmund Hursert. Kemudian pada tahun 1928 ia menjadi professor disana. (http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/07/01/eksistensialisme/).
Kemudian Martin, bahwa keberadaan hanya akna dapat dijawab melalui jalan antologi, artinya jika persoalan ini dihubungkan dengan manusia dan dicari artinya dalam hubungan itu. Metode untuk ini adalah metode terminology. Jadi yang penting adalah menemukan arti keberadaan itu. (Syadali, Ahmad dan Mudzakir, 1997, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia ).
Satu-satunya yang berada dalam arti yang sesungguhnya adalah beradanya manusia. Keberadaan manusia disebut Desein (berada disana ditempat). Berada artinya Menempati atau mengambil tempat. Untuk itu, manusia harus keluar dari dirinya dan berdiri ditengah-tengah segala yang berada. Desein manusia tersebut disebut juga eksistensi. (Syadali, Ahmad dan Mudzakir, 1997, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia ).
Keberadaan manusia (desein) juga mitsein (berada bersama-sama). Karena itu,manusia terbuka bagi dunianya dan bagi sesamanya. Keterbukaan itu bersandar kepada tiga hal asasi yaitu,  Befindichkeit (Kepekaan), Versthen, (Memahami), dan Rade (Kata-kata, bicara).
Menurut Heidegger, manusia tidak menciptakan dirinya sendiri, ia dilemparkan kedalam keberadaan tetapi walaupun begitu manusia harus bertanggung jawab atas keberadaanya itu. ( Syadali, Ahmad dan Mudzakir, 1997, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia ).
Manusia yang tidak memiliki eksistensi yang sebenarnya itu menghadapi hidup yang semu, hidupnya orang banyak. Ia tidak menyatakan hidupnya sebagai satu kesatuan. Dengan ketekunan mengikuti kata hatinya itulah cara bereksistensi  yang sebenarnya guna mencapai eksistensi yang sebenarnya. Inilah cara menemukan dirinya sendiri.

2.      J.P Sartre
Jean Paul Sartre lahir di Paris pada tahun 1905 M dan meninggal pada tahun 1980 M. ia belajar pada Ecole Normale Superieur pada tahun 1924-1928 M. Setelah tamat dari Sekolah itu, pada tahun 1929 M ia mengajarkan filsafat di beberapa Lycees, baik di Paris maupun di tempat lain. Dari tahun 1933-1935, ia menjadi Mahasiswa peneliti pada Institut Francis di Berlin dan di Universitas Freiburg. Tahun 1938 terbit Novelnya yang berjudul La Nausee dan Le Mur terbit tahun 1939. Sejak itu, mulailah karya-karya lain dibidang filsafat.
Menurut Sartre eksistensi manusia mendahului esensinya. Pandangan ini amat janggal sebab biasanya sesuai harus ada esensinya lebih dulu sebelum keberadaanya. Yang dimaksud oleh Sartre adalah filsafat eksistensialisme membicarakan berada di dunia ini, terutama cara berada manusia. Dengan kata lain, filsafat ini menempatkan cara wujud-wujud manusia sebagai tema sentral pembahasanya. Cara ini hanya khusus ada pada manusia, karena hanya manusia yang bereksistensi, binatang, tumbuhan dan bebatuan memang ada, tetapi mereka tidak dapat disebut bereksistensi. Filsafat eksistensialisme mendamparkan manusia kedunianya dan menghadapkan manusia kepada dirinya sendiri. (Ahmad dan Mudzakir, 1997: 129).

D.    Karakteristik Pendidikan
A.    Pragmatisme
Dalam pandangan ontologism, menurut aliran pragmatisme “Reality is interaction of an individual with environment or experience it is always changing”.  Maksudnya, kenyataan itu adalah interaksi dari individu dengan lingkungan atau pengalaman. Interaksi itu selalu berubah. Kenyataan itu timbul karena hubungan antara individu atau manusia dengan lingkungan disekitar mereka. Selain itu, kenyataan juga dapat ditimbulkan karena adanya pengalaman-pengalaman yang dialami setiap individu. Selanjutnya, pandangan epistemology, menurut Pragmatisme yaitu hasil pengetahuan dari pengalaman individu dilakukan dengan cara ilmiah atau metode, metode ilmiah. Setiap pengalaman individu diselidiki keberadaanya dengan metode ilmiah (Penelitian).
Yang terahir yaitu pandangan aksiologi, menurut aliran pragmatisme bahwasanya nilai itu adalah suatu keadaan. Keadaan yang dimaksud yaitu keadaan yang diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungan atau pengalaman. Pengalaman atau interaksi yang baik akan menimbulkan nilai yang baik pula.
B.     Eksistensialisme
Eksistensialisme memiliki hubungan dengan pandangan ontologi, epistemology dan aksiologi. Dalam pandangan ontologi  (metafisika) menurut aliran eksistensialisme yaitu kenyataan adalah subjektif, dengan kedudukan eksistensi (fisik) mendahului esensi (sifat). Kenyataan itu dilihat dari wujudnya (fisik) dulu baru sifat-sifatnya.
Pandangan epistemology menurut aliran eksistensialisme yaitu pengetahuan adalah pilihan perseorangan pengetahuan itu ditentukan oleh pilihan-pilihan yang timbul atas pribadi-pribadi individu.
Yang terakhir yaitu pandangan aksiologi menurut eksistensialisme, bahwa suatu nilai-nilai kehidupan itu merupakan pilihan-pilihan yang bebas tergantung penilaian individu. (Syadali, Ahmad dan Mudzakir, 1997, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia ).





E.     Perbedaan Pragmatisme Dengan Eksistensialisme
Adapun perbedaan mengenai pragmatisme dengan eksistensialisme menurut Para ahli yaitu sebagai berikut. Aliran filsafat Pragmatisme sebagai suatu gerakan dalam filsafat itu lahir pada akhir abad ke 19 di Amerika, Pragmatisme dilahirkan dengan tujuan untuk menjembatani dua kecenderungan yang berbeda pada saat itu. Yaitu pertentangan antara spekulatif dengan  spekulatif praktis, warisan itulah yang mendorong para filsuf dan ilmuan-ilmuan membangun teori spekulatif dan menjelaskan alam semesta. Aliran filsafat Pragmatisme itu sendiri mengangkat nilai-nilai positif yang ada pada kedua tradisi tersebut yaitu tradisi (spekulatif dengan spekulatif praktis). Adapun prinsip yang di anut oleh aliran filsafat pragmatisme yaitu tidak penting bahwa menerima teori ini dan itu yang penting adalah apakah saya mempunyai nilai/teori yang dapat berfungsi dalam tindakan. (leonardoansis.wordpress.com/goresan…/pragmatisme-john-Dewey/).
Sedangkan aliran filsafat Eksistensialisme yaitu aliran Eksistensialisme tersebut merupakan pemberontak dari konsep-konsep akal dan alam yang ditekankan kepada periode pencerahan di abad ke 18. Aliran Eksistensialisme ini sendiri lahir karena ada ketidak puasan filsuf yang memandang bahwa filsafat pada masa dahulu (Yunani) dari dahulu sampai sekarang protes terhadap aliran rasionalisme Yunani, khususnya tentang pandangan manusia, aliran Filsafat Eksistensialisme ini membandingkan bentuk manusia lebih unggul daripada bentuk makhluk hidup yang lain. Tetapi manusia sama saja dengan makhluk yang lain. (http://staff/blog.ui.ac.id/arif51/2008/07/01/eksistensialisme/).
BAB III
KESIMPULAN
Pragmatisme (etimologi) berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan  atau perbuatan. Sedangkan pragmatisme (terminology) adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Tokoh yang terkenal dari aliran filsafat pragmatisme yaitu William James dan John Dewey. Eksistensialisme (etimologi) berasal dari kata Eks yang berarti diluar dan sistensi berarti berdiri atau menempatkan. Jadi, eksistensi dapat diartikan sebagai berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya.
Eksistensialisme (terminology) adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang berlangsung jawab atas kemauanya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang baik atau mana yang benar dan mana yang tidak baik atau tidak benar.
Tokoh atau filsuf yang terkenal dari aliran eksistensialisme adalah Martin Heidegger dan J.P. Sartre.
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis dan Nizar Samsul. 2009. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta
Syadali, Ahmad dan Mudzakir, 1997, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia
Zuhairini, dkk. 2008. Filsafat Umum. Jakarta: Bumi Aksara.

0 komentar:

Posting Komentar

NB: Berikan Komentar yang sopan dan berkenaan dengan Artikel diatas.

Saya mohon maaf jika komentar sahabat dan rekan blogger terlambat di respon Karena banyaknya kegiatan yang mengikat he he he, Silahkan copas asalkan cantumkan juga sumbernya yah...!

Copyright: © 2012- By : Grup Syariah Metro™ Kumpulan Makalah Pendidikan Dan Tempat Berbagi Ilmu Pengetahuan
Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute